Kamis, 10 Desember 2009

celoteh kenangan


bahwa kenangan adalah lebih menyakitkan daripada keberadaan seperti bangku kosong, aku hanya mencintai lewat kehampaan memeluk kenangan serupa jalin kuat ingat yang merantaikan kisah pun pada satu hari, menjadi doaku menuju rinduku yang tak berakhir

jakarta, 10 desember 20.05

Sabtu, 28 November 2009

Kisah Bintang Dhruva

(seorang pengelana malam memperkenalkan kisah ini ^^)

Pengarang : Cerita Rakyat

Di langit malam yang gelap, ada sebuah bintang yang tak pernah berpindah. Orang-orang menyebutnya Bintang Kutub. Bintang ini dapat menjadi pedoman untuk menetukan arah bagi para pelaut dan nelayan Di laut lepas. Di India, bintang ini disebut Bintang Dhruva.
Mengapa demikian? Begini ceritanya…
Pada jaman dahulu, hiduplah seorang anak bersama Dhruva. ia tinggal di tengah hutan bersama ibunya. Ibu Dhruva bernama Ratu Suniti. Ya! Dhruva memang putra mahkota seorang raja! Ayahnya bernama Raja Uttanapada.
Seharusnya Dhruva dan ibunya tinggal di dalam istana. Tapi, karena kedengkian seorang kerabat istana yang ingin anaknya kelak menjadi raja, Dhruva dan ibunya di usir dari istana.
Dalam kehidupannya, Dhruva sangat merindukan ayahnya. Tapi, tiap kali Ratu Suniti menghiburnya,
"Dhruva, anakku," kata Ratu Suniti. "Ada seorang ayah yang sangat menyayangimu. Kelak suatu hari nanti, kau akan bertemu dengannya."
"Siapa dia , Bu?" tanya Dhruva.
"Dia adalah Dewa Wishnu," jawab Ratu Suniti.
"Kapan saya bisa bertemu denganya, Bu?" tanya Dhruva lagi.
"Nanti, bila kau sudah dewasa dan menjadi orang yang bijaksana," sahut Ratu Suniti sambil membelai kepala Dhruva.
Dhruva termenung. Ia benar-benar merindukan seorang ayah! Beberapa bulan yang lalu, ia memang pergi ke istana. Tapi ia tidak bertemu dengan ayahnya. Ia malah bertemu dengan Suruchi, kerabat istana yang dengki itu. Suruchi langsung mengusir Dhruva. Dan dhruva pun kembali ke hutan.
"Saya tidak mau menunggu sampai jadi dewasa dan bijakasana, Bu," kata Dhruva kemudian. "Saya ingin bertemu dengan Dewa Wishnu sekarang."
Ratu Suniti mengetahui betapa kuatnya keinginan Dhruva.
"Anakku Dhruva," ucap Ratu Suniti akhirnya. "Kalau kau memang ingin bertemu Dewa Wishnu, pergilah. Tapi ingat, segera kembali ke sini begitu keinginanmu berkurang walau cuma sedikit."
Dhruva sangat berterima kasih atas kebijaksanaan ibunya. Ia kemudian pamit, lalu meninggalkan ibu dan gubuknya. Ia terus melangkah makin jauh masuk ke dalam hutan. Ya! Dhruva memang sangat ingin bertemu Dewa Wishnu! Berhari-hari Dhruva berjalan, tapi ia belum juga bertemu Dewa Wishnu.
Pada suatu malam, Dhruva merasa sangat lelah dan lapar. Ia berbaring di bawah sebuah pohon besar. Di tengah kegelapan itu, ia melamun. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sedih dan kesepian tanpa dirinya. Tapi keinginan Dhruva tak pernah berkurang sedikit pun. Dan dalam kegelapan itu, tiba-tiba seseorang muncul di depan Dhruva. Orang itu adalah Narada yang bijaksana.
"Anak kecil, sedang apa kau malam-malam begini berada di tengah hutan?" tanya Narada.
Lalu Dhruva menceritakan keinginannya untuk bertemu Dewa Wishnu. Kepala Narada mengangguk-angguk begitu cerita Dhruva selesai.
"Kalau begitu, ikutlah denganku," kata Narada kemudian.
Sejak saat itu, Dhruva mengikuti Narada.
Narada mengajari Dhruva berdoa dan bertapa. Dhruva sangat tekun belajar bertapa. Ia duduk tak bergerak di atas batu, menutup matanya, kemudian memusatkan pikiran pada satu hal, yaitu Dewa Wishnu.
Suatu hari, terdengarlah suara, "Anaklku Dhruva, aku ada di sini."
Dhruva membuka matanya. Di depan Dhruva, berdirilah seorang laki-laki. Cahaya kemilau menyelimuti tubuh laki-laki itu. Saat itu juga Dhruva tahu bahwa doanya terkabul. Laki-laki itu adalah Dewa Wishnu. Dhruva sangat gembira.
"Anakku," kata Dewa Wishnu. "Kau sudah melakukan segala hal agar bisa bertemu denganku. Kau sudah memegang teguh keinginan itu, dan mengatasi semua rintangan yang menghadangmu. Nah, sekarang apa yang kau inginkan setelah bertemu denganku?"
"Dewa, saya sangat merindukan seorang ayah. Ibu saya berkata bahwa Dewa Wishnu-lah ayah yang terbaik di dunia ini. Saya ingin selalu dekat dengan Dewa," jawab Dhruva. "Selain itu, saya ingin Ibu saya kembali ke istana. Saya ingin Ibu saya bahagia, Dewa."
"Baiklah," sahut Dewa Wishnu. "Ibumu akan kembali ke istana, dan kau akan selalu dekat denganku."
Lalu Dewa Wishnu mengubah Dhruva menjadi sebuah bintang yang amat terang, dan meletakkannya di langit. Beberapa saat setelah Dhruva menjadi Bintang Kutub, datanglah utusan istana untuk menjemput Ratu Suniti, Ibu dhruva. Raja Uttanapada sudah mengetahui kedengkian Suruchi. Ratu Suniti pun kembali ke istana.
Bila malam tiba, Ratu Suniti selalu menyempatkan diri untuk melambaikan tangan ke arah Bintang Kutub, yang kemudian diketahuinya merupakan penjelmaan dari Dhruva. Dhruva pun membalas lambaian tangan itu dengan kerlipan yang indah.
Bintang Kutub itu tak pernah berpindah, tak seperti bintang-bintang lain yang selalu bergiliran untuk muncul di langit. Bintang Kutub itu ada sepanjang tahun, sebagai lambang keinginan yang begitu kuat, yaitu keinginan Dhruva bertemu dengan Dewa Wishnu.

Senin, 23 November 2009

catatan di siang bolong (lagi...)

: sky_von_kenway

masih menanti kabar, masih dibawah langit asingku yang begitu terik
masih mencoba mencerna sepersekian detik yang melintas sebatas ingatan
: apa benar yang dikatakan rindu tentang ku akan tetap sama esok hari?

lewat angin ingin kutitipkan juga rindu yang sama
memburu perjalanan mu yang semakin jauh
dan apa nanti kita semakin menjauh...

aku dan kamu masih teguh angkuh pada cerita lalu
tentang luka tentang setia, tentang airmata...

dan disini aku masih bertaruh utuh,
atas rindu dan kepercayaan yang telah kau titipkan

apakah akan sama?

PS : bagaimana dengan langit mu hari ini ?

Look What Love Has Done

( alv...i learn to trust you everyday ^^ )


: Patty smith

I woke up this morning feeling lonely

There's so much my heart just does not understand
There were times when nothing really mattered
But now I find I care too much
There's life in everything I touch

Look what love has done to me
I am not who I used to be
Everything is changing, now we'll never be the same
Look at what love has done to us
Will we ever learn to trust
We're running out of time, there's so little time
Baby look what love has done to me

Oh, yeah

Now it's late at night, I'm here without you
I'm trying to make my way to where you are
Can't you see, I'll still be here waiting
Can't you see, our two hearts were always meant to be as one

Look at what love has done to us
When will we ever learn to trust
We're running out of time, there's so little time, baby
Will you look what love has done to me

I'm calling out your name, baby
Calling out, calling out, yeah, yeah, yeah

Now look at what love has done to us
When will we ever learn to trust
We're running out of time
There's so, so little time, baby
Oh, look what love has done
Baby look what love has done to me

Look what love has done
Done to me


pesan singkat di siang bolong

to : my mr. last minutes (alvonzo aprilando ander)

jam begitu terasa memberat terseret bilangan waktu, dan kita sebut itu sebagai rindu di siang bolong yang menitipkan teriknya di ubun kepalamu

maka sebelum mataku terpejam mengais sisa mimpi yang belum selesai, ingin kutitipkan padamu sisa cerita kita...

: tentang kepercayaan

Sabtu, 21 November 2009

Percakapan Dua Hati

(ini sebenernya puisi ini hasil perbincangan sama bang dino, aku request puisi malah dia ngajak aku buat puisi. Thanks bang buat kesempatannya. puisi 2 bait ku dah di blender abis sama abang...jadi tambah semangat nulis lagi ^^ )

*Ditulis bersama Penyair Dino Umahuk

Sedikit kenang ingin kutorehkan di lembar hatimu sebagai catatan pelengkap dera
Tetapi kau mengirim cerita tentang tanah di benua seberang
Tentang pohon-pohon yang menebas dedaun pertanda salju segera berkunjung
Tentang sepenggal asa tak sempurna yang menggantung di ujung tanjung

Dan dingin yang menusuk sendi menambah rindu bagai sembilu
Sisa nafasmu kabarkan jua padaku tentang hari yang
kian semu
Sekalipun di dalamnya rindu terus membuhul luka membiru
Cinta adalah kamu dengan rindu yang terus mende
ru

Ternate- Jakarta, 21 November 2009



bayang kesetiaan

bagaimana kulebur diri bersama lelap mimpi
sementara di bayang dini hari,
masih ku mengadu akal pada waktu yang jemu

tak henti,
merapal yang tiada dalam ketiadaan

tentang catatan usang membingkai kenangan
serupa jalin ingatan yang menyusun kisahnya,
sendiri...

tentang kesetiaan dan airmata

gamang

belenggu,
pada bibir yang mengucap gamang
masih di hari yang sama

pun pada jiwa terpaku beku
lingkaran mati
: pilihan patah

jejak jalang - 2


setelah sekian tahun yang mungkin tertinggal haya sisa yang hangus oleh sebuah kebebasan sesat... tak pernah belajar dari sejarah berulang yang menapar kesekian kali...sisa...hanya beku air mata, yang menajamkan luka itu sendiri!!

langkah entah yang kesekian
waktu, tertinggal sang petualang
: jalang!

dan putih pun menghitamkan catatan
bidak hasrat bermain yang mengitar birahi
: budak!

catatan kelam menggurui kisah
memapar, menampar
: pilu

cermin ,
ujar seraut wajah palsu
: aku

Selasa, 04 Agustus 2009

catatan hari - sisa kemarin

yang menyiratkan tanya, hanya tatap menghamba pada sebidang getir. pun ketika nurani hendak bertanya, tentang cinta dan sebalik sisa lekuk birahi yang tertinggal pada bayang malam - juga kejujuran...

sepeninggal hari, tak lupakah tentang kisah semalam dalam legam nya jiwa yang menggelapkan tepian mata dan di mana bara masih menjejakkan sesisa lebam - membirui hari.

Minggu, 26 Juli 2009

Tajuk Gamang



dan hanya ada tatapan nanar
pada sebidang kanvas kehidupan

lukiskan seraut wajah,
dalam ceruk mata - menghitam
melegamkan kisah nya
di balik sisa serpih perih
bertajuk gamang serupa makna

bidak waktu tak kenal jaman
kenangan mengerang
merajam tajam,
melumat sesisa takdir
yang kian dera

hingga ke kubur batu
pun menahun
:rindu

Rabu, 22 Juli 2009

Catatan : kelana ingatan – luka

ni tak telak kian dapat mengikis

sesisa dosa yang membayang

pada pijak jejak kesunyian beku
nura


terselip hari yang berhalimun

dengan selafal nama

berulang menampar getir tiada

:usang


pada kelana,

menunggu jawab - telah terjawab

pada seperca janji untuk berpisah

pun kisah

enggan berulang pada sejarah

:fana....


(memompa resah hingga gelisah

setepian aliran sungai rindu

bermuara entah... bias luna

membasuh luka di wajah jeladri, sendiri...)


Rabu, 15 Juli 2009

Hanya Arti


aku mencari kesetiap sudut pengembaraan malam,
yang tiada arti ini menjadi sebuah arti
lagi...

(hidup bukan karena hari, hidup hanya karena arti)

Lord I Surrender

By Sydney Mohede
Album Surrender

Search me Oh Lord
And seek out my heart
Surround me with Your Spirit
And never be apart

O where can I go from Your Spirit
And where can I go from Your presence
As high as the heavens to the deepest sea
Oh Lord, You are there

Chorus:
How great is Your love and Your mercy for me
With every breath I take
I will worship
Lead my way, I pray
Lord I surrender

How awesome Your presence
Your glory I see
I bow down before You in worship
I will wait on You
Lord I Surrender

Selasa, 14 Juli 2009

Dongeng Sebelum Tidur (06)

Dongeng Sebelum Tidur (06)

:untuk Li Fu Yen

(diambil dari buku karya Wendoko – Sajak-sajak Menjelang Tidur)

"Tiap malam, sebelum kabut dan bulan sempurna, dewa langit (entah siapa lagi namanya, tapi kata orang ia bertubuh kecil,berwajah tua – lengkap dengan jenggot yang putih dan selalu berpakaian lusuh) datang ke bumi. Lalu, sebelum lewat subuh dan embun laksana seperti butiran yu di daun-daun, ia akan mencari kanak-kanak (laki-laki dan perempuan) yang baru dilahirkan, lalu mengikat kaki mereka dengan benang sutra merah. Sejak itu mereka adalah Kekasih Surgawi – yang suatu saat bertemu, lalu akhirnya menyatu. Kadang datang lelaki atau perempuan lain (katakankalah orang ketiga) yang membuat benang sutra merah bergetar, hingga kanak-kanak itu mati pun rela"

"...Lalu, kenapa kau coba membunuhku empatbelas tahun yang lalu?"

Sabtu, 04 Juli 2009

Catatan Pulang : menyusun ingatan

keheningan membawaku pada kelana malam yang penuh kisah,
menyusun kembali kepingan ingatan yang tadi kutemui di jalan
seakan semuanya pernah tercercer saat aku berkejaran bersama waktu

memajangnya kembali pada dinding hati, dan kupandang lagi.

Lalu apa yang kutemukan?
hanya sebuah penggal kenangan dan luka dari sebuah ketiadaan...

(seharusnyapun aku telah menisankan kisah ini bersama sebuah janji yang telah mati)

Kamis, 02 Juli 2009

do what you have to do

by: Sarah McLachlan

What ravages of spirit conjured this temptuous rage?
Created you a monster; broken by the rule of love.
And fate has led you through it,
You do what you have to do.
Oh, and fate has led you through it,
You do what you have to do.
But I have the sense to recognize that I don't know how to let you go.

Every moment marked with apparitions of your sou
l.
I'm ever swiftly moving; trying to escape this desire.
The yearning to be near you,
I do what I have to do.
Oh, the yearning to be near you,
I do what I have to do.
And I have the sense to recognize that I don’t know how to let you go.
I don’t know how to let you go.

A glowing ember, burning hot, and burning slow.
Deep within I'm shaken by the violence of existing for only you.
I know I can't be with you,
I do what I have to do.
I know I can't be with you,
I do what I have to do.
And I have the sense to recognize that I don't know how to let you go.
I don't know how to let you go.
I don't know how to let you go.

(aku akan dapat melepas, jika hati ini juga mampu melepas)

Tempat Bermain Kehidupan

(Khalil Gibran – Prosa Kehidupan)

Satu jam yang dicurahkan untuk mengejar keindahan dan cinta senilai dengan seabad penuh kemuliaan yang dibesarkan oleh ketakutan yang lemah kepada yang kuat.

Dari satu jam itu lalu datanglah Kebenaran manusia; dan sepanjang satu abad itu. Kebenaran tertidur di antara lengan-lengan gelisah dari mimpi-mimpi yang mengganggu.

Dalam waktu jam itu jiwa melihat sendiri Hukum Alam, dan selama abad itu dia memenjarakan dirinya di balik hukum manusia; dan terbelenggu oleh penindasan tangan besi.

Jam itu adalah inspirasi bagi kidung-kidung Salomo, dan abad itu adalah kekuatan yang membuta yang meruntuhkan kuil Baalbek.

Jam itu adalah kelahiran kotbah di atas bukit, dan abad itu menghancurkan Benteng Palmyra dan menara Babylonia.
Jam itu adalah hijrahnya Nabi Muhammad, dan abad itu telah melupakan Allah, Golgota, dan Sinai.

Satu jam yang dipersembahkan untuk berkabung dan meratapi kesetaraan yang telah dirampas dari yang lemah, lebih mulia daripada satu abad yang diisi oleh keserakahan dan perampokan.

Ini adalah jam ketika hati dimurnikan dengan penderitaan yang menyala-nyala, disinari dengan luluh Cinta, Dan di dalam abad ini, nafsu akan Kebenaran dikuburkan di dalam perut bumi.
Jam itu adalah akar yang niscaya kelak tumbuh subur.
Jam itu adalah jam kontemplasi,
Jam meditasi, jam bersembahyang, dan jam dari era baru kebaikan.
Dan pada abad itu kehidupan Nero dicurahkan untuk keuntungan sendiri yang begitu saja dicuri nya dari subtansi bumi.

Inilah kehidupan.
Digambarkan pada masa demi masa;
Dicatat secara sederhana selama berabad-abad;
Diisi oleh keanehan-keanehan selama bertahun-tahun;
Dinyanyikan secara himne selama berhari-hari;
Diagungkan hanya dalam satu jam, tetapi
Satu jam itu dihargai oleh Keabadian sebagai sebutir permata .

Hawa Terlunta

sulur dini hari menepis segala airmata,
menyulam rindu yang menjalari ingatan hingga titik nadi
ada detak detik gelisah menempa harap
kian menipis sesisa mimpi yang tercecer di bilangan leluka

bila sebentar lagi mentari datang,
jangan patahkan hidup pada sebuah roman
gantungkan saja pada kenangan
yang menisankan kisah dibalik sebuah nama

:hawa terlunta


Senin, 29 Juni 2009

Sederet Bangku Kosong


lengang mengulas beribu kata dan cerita
entah sepintas, selintas atau yang memintas
pun cahaya yang mengikuti bebayang jejak
yang datang, singgah, pergi dan berlalu
:hanya melengkapkan waktu

mengurai penggal masa yang merekam kekosongan
pada punggung hari serta kehampaan

dalam bahasa bisu,
:sederet bangku menunggui ragam kisah
entah nanti, esok dan seterusnya

kanvas abstrak dan sketsa jiwa

goreskan secerah warnawarna
mimpi, keinginan, dan segudang idealisme!
keindahan semu,

kanvas abstrak!

pada nyata,
mau tak mau ada tetesan kelam
menoreh hitam di atas putih, menampar mimpi
sedikit aroma pilu ataupun getir, itu cukup!

kesadaran,
akhirnya menemukan bentuk sesaat pada hampa
sendiri menjejaki gambar diri...

kulihat, telah kubangun repihan hidup pada sketsa
: jiwa
sekalipun dari puing dan dinding rasa yang semakin membiru...

bebas


terhenti,
tanpa tali kekang menoleh sejenak
walau siluet kelabu masih melekat
:kenangan

tiada pelana tiada pecut tiada ringkik
hanya serupa hampa di antara ilalang sunyi

cakrawala tak berbatas
seperca cerah tak ingin bertuah
tiada perah apalagi sesah
:kebebasan

(Mengejar belantara dengan rasa lapar dan lepas mencari rerimbun bahagia, jika memang ada! Tanpa mendera atau mengiba, karena si kuda liar betina hanya ingin kembali berlari melesat, mencoba menaklukan waktu. Sekali lagi!)

PULANG


:terlena
masih saja mengasin pada sudut hampa
terkatup pada bisu malam

:terkenang,
masih saja dalam genangan senyap rindu
pada sepotong langit yang tak sempurna

:aku,
hanya ingin menapak jejak pada sebuah jalan
,pulang.....

Jakarta, 29 Mei 2009
23:14

Aku Yang Terlanjur

repihan masa pada sebuah pengakuan rindu
ketika sajak berpeluh, mengusung sesisa puing reruntuhan taman hati

aku,
getir pilu yang membuang siasia butiran waktu
di jalanan tak bernama,tak bertuah mencari setitik cerah

aku,
dahaga yang rindukan perigi di sesisa masa
yang tak mungkin mengulang identiknya waktu

hanya meragu...
hempas tubir kisahku yang tak pernah sejalan

:garis tangan

(angkuh mereguk secawan aliran jiwa, abadilah di sana! Aku yang terlanjur!)

Ingatan Dan Hujan


Tuliskan lagi ingatan ini
pada selarik sajak
ketika hujan

Kau tahu,
angin masih berhembus kencang
pada hari yang basah
di mana langit dan cuaca
berubah menjadi kelabu

(dini tadi, kaukah yang menyapa mimpi biruku? kenangan yang bukan pada masanya, menyelinap masuk seperti penyamun)

Ini Tentang Obrolan Kita

:dedicate to mr.morning sick "fin"

Fin, ketika kenangan itu berdiri di pintu yang sedang tertutup bukankah sebenarnya ada kesadaran yang berbisik tentang kenyataan? Sekalipun pada ingatan kuat sebuah frase itu menjelma manjadi rasa yang membunuh perlahan. Tapi, kau tetap saja enggan berpaling dan memilih melihatnya di sebalik kasa putih. Membeku menikmati setiap pilu pada detak jantung yang kehilangan iramanya.

Fin, bukankah kita sama saja, masih menatap doktrin klasik tentang apa yang tak mungkin terjadi di dunia ini. Kita masih saja membodohi diri pada alam pikiran, logika dan masih berdalih dengan rasa yang kita beri nama kepala batu. Tetap saja kita mengkambinghitamkan melankolis di jiwa yang tiada pernah usai melantunkan sebuah elegi.

Fin, mungkin kita hanya kupu-kupu dungu yang sesuka hati terbang kemana angin berhembus. Mencoba mencari kinginan pada diri yang labil hingga sering kali tersesat dan berakhir di kaki langit asing, hingga yang tertinggal adalah sepi. Tidakkah ini sebuah kebodohan yang selalu berulang?

Fin, sering kali warna warni yang indah terlalu menggoda untuk kita raup seluruhnya, menjadikan sebuah idealisme pada harap yang tak selalu sama dengan kenyataan.

Teruntuk Pujangga Kelam

:dedicate, Anju Mahendra "Zasdar"

Teruntuk kelam,
Jangan terhilang pada hari yang gamang, ketika bait sajak yang retak hanya mengurai lagi kebisuan, saat derai tawa kita tak mampu jua memberikan sedikit dian dalam hatimu yang terlalu dingin pekat untuk ku pahami

Bukankah di sana pernah ada janji,
bahwa di sini kita mengisi bejana kehidupan dengan setiap tetes embun cinta yang kita punya, bahwa mimpi juga mengajarkan kita menafsir setiap jalan yang akan dilalui, dan sebentuk asa yang telah terbangun tak hanya ilusi yang mengambang sebatas awang

Teruntuk kelam,
ketika remahremah kehidupan yang kita kumpulkan tercecer kembali pada tanah kering yang mengadu peluh pada keluh, di sini aku yang tiada daya hanya ingin merengkuh mimpi burukmu pada lelap pejam mata, biar sejenak lepaskan beban ini di peraduan kita

Bersabarlah, Aku Akan Segera Pulang

Hariku terbilang senyap dalam dekap bayang rindu, ketika potret usang
berkisah mengeja senyuman cantik, yang selalu saja memanggil kenangan
Sementara aku terus saja berjuang menulis larik yang terus saja patah
dalam buliran air mata di kala langit semakin merah.

Selalu kudengar lirih suaranya, ketika kuat ingatan saling berpeluk
Dan dia pun selalu berkata "kapan kau pulang?"
Titik-titik bisu seketika meraga, lebur dalam hening yang tak bisa kujawab apalagi kuraba
Bergetar bibirku hanya dapat berkata "bersabarlah, aku akan segera pulang"

Cuma Hari Esok

Mengingatmu dalam gerimis luruh siang ini

sendiri, menapaki balutan rasa tembang harap
:hari esok

"Hendak apa waktu kan menjawab lembaran kisah"

Kemarin,
derai tawa menyisipi jua tangisan kita
yang jatuh di pelipis
memanggil rindu dalam cemasnya sang mungkin

:kekasihku
yang ku mau,
cuma hari esok...

LARUT

Apakah aku pantas menderamu
seraya berkata "aku menyayangimu"

seketika itu juga
aku larut dalam genangan peluh
di kaki langit yang tak kukenal

(...berharap, aku tak mengeluh)

Menanti Semalam

Dan sebelum pekat malam berlalu
apakah aku pantas merintih bersama hujan
bahwa lekaslah waktu segera beranjak

Namun, bukankah sesaat alam diluar jendela
sehabis hujan begitu sejuk,langit begitu jernih
Pendaran cahayapun tak kabur lagi
atau ketika semilir dingin sang bayu
adalah kesadaran yang kupunya

Dan bukankah aku merindui derai-derai hujan tadi
dalam dekap malam yang kunanti di ujung hari
Khayal tentang pengembaraan dalam cuaca yang dingin
ataupun sebuah kebersamaan menatap hujan

tetapi
sayang...
kau tak di sini

Ketika Cinta

Angin malam...
adalah jemari lentik yang membelai bumi
Lelapkan mata pada mimpi-mimpi
angan harap antara tersadar atau tersandar

Cinta hanyalah bagian dari sebuah drama
yang terhempas pada bola mata kejujuran
Bercerita tentang apa yang tak terkata
bahkan tak terjamah

"cuma sejejak langkah-langkah kecil
di tepi waktu purba"

Jawaban pada satu tanya
adanya jauh di dasar samudera hati
yang tak perlu kau selami
cukup pahami

"ketika cinta, terucap pada masa
yang tak menjamah ramah"

jejak jalang

Tanyakan pada awan putih
yang berarak di bentang cakrawala
Di dunia apa air mata kan bermuara
akankah sampai pada kesudahan?

Sejauh mata meraup luas langit
berbatas pandang, daya pun menghilang
Hanya di waktu purba ini
berat nista aku sandang

Apa yang terentang oleh masa
jejak-jejak jalang!, hingga jengah tertuang
Di satu titik balik di putar masa
kasih di sebalik yang terhilang

melukis di atas debu

Dalam detik tergugu bisu
lukisan malam, merekam kisah
Bersama misteri adalah waktu
sang mungkin yang kian meraja

Tawa dalam diam, tangis kala riuh
ego berulang terpacu-kemenangan tiada
Terhenyak nyata sebuah tamparan
sesal adalah sia-sia, perih hanyalah leluka

Sejumput cerita kenangkan cinta
bunga yang tumbuh di antara duri
Tak kuasa, kasih tersesat dalam amarah
beda mungkin tak pernah jadi satu

Dan aku....
tak ingin memahat semua ini di atas batu
Kesalahan biarlah kulukis di atas debu
tersaput maaf luka kan berlalu

Di ambang batas hari

Di ambang batas hari...
selayang kabar masih enggan menyapa
Hanya seperca lelah yang terusik jengah
cerminan keadaan - kita

Kalimat-kalimat bodoh itu ...
lagi, hanya terucap lantang!!

Angkuh kata,
pada ratusan jam yang memikul peluh
pada jiwa-jiwa yang ditikam syaraf rasa
Inikah yang kita sebut sebagai...
...rindu?!!

Dan di atas cakrawala yang memerah
katamu bongkah cemas itu semakin menua
Hingga untuk kesekian kali
kembali mengabur semua lukisan sanubari

Potret kehidupan
siapakah aku? dan siapakah kamu?

Semua jadi hilang bentuk
meremuk tulang-tulang tak berdaya
Hingga kitapun selalu merutuk
cinta dan rindu apakah sebuah kutuk?

: kolaborasi with, michi puan senja (michimoet)

Bibir manis merekah ruah
Mengobral kata cinta begitu murah
Mencium setiap bayang maya sang hawa
Tak pernah dianya mengaca raga

Mengaku selalu berteman dengan sepi
Nyatanya banyak hati yang didatangi
Lagaknya bak selebritis tampan
Merasa dirinya ditengok banyak perempuan

di sebalik tutur menawarkan persahabatan
di sebalik dusta panah racun dilesatkan
berlagak satria tapi dia hanya pecundang
bermodal alasan kata yang begitu konyol

Hei... pria bermuka aspal!
bersadarlah siapa dirimu
tak semua hawa bodoh, dan kawan pun tolol
tak semudah itu kau buat maya ini kacau

bukan cuma "kata" tapi juga "rasa"

Termenung, berkelana fikirku
mungkin tak mengerti, mungkin juga bodoh!
tak kupahami, dan berusaha akan kupahami
ukh...resah ku terjebak dilembar maya

bukan merayu, hanyalah tulus ku
bukan juga pelarian, ini ikhlas ku
tak perlu kau pahami, dengarkan saja!
bukankah itu kejujuraan katamu ?
sekalipun, jarak terentang waktu tak peduli

Apakah dibenak mu itu cuma kata?
getar hati sesaat yang kan hilang sambil lalu
tidak!,tidak!! itu bukan hanya sekedar kata
bukan juga debaran konyol ku yang sesaat
semua itu juga sebuah rasa
rasa sayang ku
yang terjebak dilembar maya ini!

Kau tetaplah "seseorang" untukku

Hangat sapanya menyusuri alam maya
terpapar dari hati yang penuh cemas
Katamu, kau cuma sampah
seorang gembel & tak punya arti
bukan siapa-siapa, cuma bangsat
hidup dalam kelamnya dunia
yang melempar jaring-jaring dimuka kakimu
jalinan yang melumpuhkan
dan kuk yang kau tanggung
menyesakkan jiwamu

Satu tanya, benarkah?
memang aku tak nyata mengenalmu
ataukah hanya seorang yang naif
Hai perindu yang cemas
cukuplah sudah, jangan lagi kau caci dirimu
hentikan itu!
hatiku pilu...

Dalam pandanganku,
Bunga bakung yang tumbuh,
sekalipun dalam kelam dan diantara duri-duri
Tetaplah indah adanya
tumbuh dengan sebuah arti
Tercipta dari tangan Sang Pemberi Hidup

Tersenyumlah,
tegakkan kepalamu dan berjalanlah dengan bangga
Puisi ini, hanya sebuah permintaan
dari seorang perempuan,
yang telah kau buat tersenyum dalam maya

;;