Senin, 29 Juni 2009

Sederet Bangku Kosong


lengang mengulas beribu kata dan cerita
entah sepintas, selintas atau yang memintas
pun cahaya yang mengikuti bebayang jejak
yang datang, singgah, pergi dan berlalu
:hanya melengkapkan waktu

mengurai penggal masa yang merekam kekosongan
pada punggung hari serta kehampaan

dalam bahasa bisu,
:sederet bangku menunggui ragam kisah
entah nanti, esok dan seterusnya

kanvas abstrak dan sketsa jiwa

goreskan secerah warnawarna
mimpi, keinginan, dan segudang idealisme!
keindahan semu,

kanvas abstrak!

pada nyata,
mau tak mau ada tetesan kelam
menoreh hitam di atas putih, menampar mimpi
sedikit aroma pilu ataupun getir, itu cukup!

kesadaran,
akhirnya menemukan bentuk sesaat pada hampa
sendiri menjejaki gambar diri...

kulihat, telah kubangun repihan hidup pada sketsa
: jiwa
sekalipun dari puing dan dinding rasa yang semakin membiru...

bebas


terhenti,
tanpa tali kekang menoleh sejenak
walau siluet kelabu masih melekat
:kenangan

tiada pelana tiada pecut tiada ringkik
hanya serupa hampa di antara ilalang sunyi

cakrawala tak berbatas
seperca cerah tak ingin bertuah
tiada perah apalagi sesah
:kebebasan

(Mengejar belantara dengan rasa lapar dan lepas mencari rerimbun bahagia, jika memang ada! Tanpa mendera atau mengiba, karena si kuda liar betina hanya ingin kembali berlari melesat, mencoba menaklukan waktu. Sekali lagi!)

PULANG


:terlena
masih saja mengasin pada sudut hampa
terkatup pada bisu malam

:terkenang,
masih saja dalam genangan senyap rindu
pada sepotong langit yang tak sempurna

:aku,
hanya ingin menapak jejak pada sebuah jalan
,pulang.....

Jakarta, 29 Mei 2009
23:14

Aku Yang Terlanjur

repihan masa pada sebuah pengakuan rindu
ketika sajak berpeluh, mengusung sesisa puing reruntuhan taman hati

aku,
getir pilu yang membuang siasia butiran waktu
di jalanan tak bernama,tak bertuah mencari setitik cerah

aku,
dahaga yang rindukan perigi di sesisa masa
yang tak mungkin mengulang identiknya waktu

hanya meragu...
hempas tubir kisahku yang tak pernah sejalan

:garis tangan

(angkuh mereguk secawan aliran jiwa, abadilah di sana! Aku yang terlanjur!)

Ingatan Dan Hujan


Tuliskan lagi ingatan ini
pada selarik sajak
ketika hujan

Kau tahu,
angin masih berhembus kencang
pada hari yang basah
di mana langit dan cuaca
berubah menjadi kelabu

(dini tadi, kaukah yang menyapa mimpi biruku? kenangan yang bukan pada masanya, menyelinap masuk seperti penyamun)

Ini Tentang Obrolan Kita

:dedicate to mr.morning sick "fin"

Fin, ketika kenangan itu berdiri di pintu yang sedang tertutup bukankah sebenarnya ada kesadaran yang berbisik tentang kenyataan? Sekalipun pada ingatan kuat sebuah frase itu menjelma manjadi rasa yang membunuh perlahan. Tapi, kau tetap saja enggan berpaling dan memilih melihatnya di sebalik kasa putih. Membeku menikmati setiap pilu pada detak jantung yang kehilangan iramanya.

Fin, bukankah kita sama saja, masih menatap doktrin klasik tentang apa yang tak mungkin terjadi di dunia ini. Kita masih saja membodohi diri pada alam pikiran, logika dan masih berdalih dengan rasa yang kita beri nama kepala batu. Tetap saja kita mengkambinghitamkan melankolis di jiwa yang tiada pernah usai melantunkan sebuah elegi.

Fin, mungkin kita hanya kupu-kupu dungu yang sesuka hati terbang kemana angin berhembus. Mencoba mencari kinginan pada diri yang labil hingga sering kali tersesat dan berakhir di kaki langit asing, hingga yang tertinggal adalah sepi. Tidakkah ini sebuah kebodohan yang selalu berulang?

Fin, sering kali warna warni yang indah terlalu menggoda untuk kita raup seluruhnya, menjadikan sebuah idealisme pada harap yang tak selalu sama dengan kenyataan.

Teruntuk Pujangga Kelam

:dedicate, Anju Mahendra "Zasdar"

Teruntuk kelam,
Jangan terhilang pada hari yang gamang, ketika bait sajak yang retak hanya mengurai lagi kebisuan, saat derai tawa kita tak mampu jua memberikan sedikit dian dalam hatimu yang terlalu dingin pekat untuk ku pahami

Bukankah di sana pernah ada janji,
bahwa di sini kita mengisi bejana kehidupan dengan setiap tetes embun cinta yang kita punya, bahwa mimpi juga mengajarkan kita menafsir setiap jalan yang akan dilalui, dan sebentuk asa yang telah terbangun tak hanya ilusi yang mengambang sebatas awang

Teruntuk kelam,
ketika remahremah kehidupan yang kita kumpulkan tercecer kembali pada tanah kering yang mengadu peluh pada keluh, di sini aku yang tiada daya hanya ingin merengkuh mimpi burukmu pada lelap pejam mata, biar sejenak lepaskan beban ini di peraduan kita

Bersabarlah, Aku Akan Segera Pulang

Hariku terbilang senyap dalam dekap bayang rindu, ketika potret usang
berkisah mengeja senyuman cantik, yang selalu saja memanggil kenangan
Sementara aku terus saja berjuang menulis larik yang terus saja patah
dalam buliran air mata di kala langit semakin merah.

Selalu kudengar lirih suaranya, ketika kuat ingatan saling berpeluk
Dan dia pun selalu berkata "kapan kau pulang?"
Titik-titik bisu seketika meraga, lebur dalam hening yang tak bisa kujawab apalagi kuraba
Bergetar bibirku hanya dapat berkata "bersabarlah, aku akan segera pulang"

Cuma Hari Esok

Mengingatmu dalam gerimis luruh siang ini

sendiri, menapaki balutan rasa tembang harap
:hari esok

"Hendak apa waktu kan menjawab lembaran kisah"

Kemarin,
derai tawa menyisipi jua tangisan kita
yang jatuh di pelipis
memanggil rindu dalam cemasnya sang mungkin

:kekasihku
yang ku mau,
cuma hari esok...

LARUT

Apakah aku pantas menderamu
seraya berkata "aku menyayangimu"

seketika itu juga
aku larut dalam genangan peluh
di kaki langit yang tak kukenal

(...berharap, aku tak mengeluh)

Menanti Semalam

Dan sebelum pekat malam berlalu
apakah aku pantas merintih bersama hujan
bahwa lekaslah waktu segera beranjak

Namun, bukankah sesaat alam diluar jendela
sehabis hujan begitu sejuk,langit begitu jernih
Pendaran cahayapun tak kabur lagi
atau ketika semilir dingin sang bayu
adalah kesadaran yang kupunya

Dan bukankah aku merindui derai-derai hujan tadi
dalam dekap malam yang kunanti di ujung hari
Khayal tentang pengembaraan dalam cuaca yang dingin
ataupun sebuah kebersamaan menatap hujan

tetapi
sayang...
kau tak di sini

Ketika Cinta

Angin malam...
adalah jemari lentik yang membelai bumi
Lelapkan mata pada mimpi-mimpi
angan harap antara tersadar atau tersandar

Cinta hanyalah bagian dari sebuah drama
yang terhempas pada bola mata kejujuran
Bercerita tentang apa yang tak terkata
bahkan tak terjamah

"cuma sejejak langkah-langkah kecil
di tepi waktu purba"

Jawaban pada satu tanya
adanya jauh di dasar samudera hati
yang tak perlu kau selami
cukup pahami

"ketika cinta, terucap pada masa
yang tak menjamah ramah"

jejak jalang

Tanyakan pada awan putih
yang berarak di bentang cakrawala
Di dunia apa air mata kan bermuara
akankah sampai pada kesudahan?

Sejauh mata meraup luas langit
berbatas pandang, daya pun menghilang
Hanya di waktu purba ini
berat nista aku sandang

Apa yang terentang oleh masa
jejak-jejak jalang!, hingga jengah tertuang
Di satu titik balik di putar masa
kasih di sebalik yang terhilang

melukis di atas debu

Dalam detik tergugu bisu
lukisan malam, merekam kisah
Bersama misteri adalah waktu
sang mungkin yang kian meraja

Tawa dalam diam, tangis kala riuh
ego berulang terpacu-kemenangan tiada
Terhenyak nyata sebuah tamparan
sesal adalah sia-sia, perih hanyalah leluka

Sejumput cerita kenangkan cinta
bunga yang tumbuh di antara duri
Tak kuasa, kasih tersesat dalam amarah
beda mungkin tak pernah jadi satu

Dan aku....
tak ingin memahat semua ini di atas batu
Kesalahan biarlah kulukis di atas debu
tersaput maaf luka kan berlalu

Di ambang batas hari

Di ambang batas hari...
selayang kabar masih enggan menyapa
Hanya seperca lelah yang terusik jengah
cerminan keadaan - kita

Kalimat-kalimat bodoh itu ...
lagi, hanya terucap lantang!!

Angkuh kata,
pada ratusan jam yang memikul peluh
pada jiwa-jiwa yang ditikam syaraf rasa
Inikah yang kita sebut sebagai...
...rindu?!!

Dan di atas cakrawala yang memerah
katamu bongkah cemas itu semakin menua
Hingga untuk kesekian kali
kembali mengabur semua lukisan sanubari

Potret kehidupan
siapakah aku? dan siapakah kamu?

Semua jadi hilang bentuk
meremuk tulang-tulang tak berdaya
Hingga kitapun selalu merutuk
cinta dan rindu apakah sebuah kutuk?

: kolaborasi with, michi puan senja (michimoet)

Bibir manis merekah ruah
Mengobral kata cinta begitu murah
Mencium setiap bayang maya sang hawa
Tak pernah dianya mengaca raga

Mengaku selalu berteman dengan sepi
Nyatanya banyak hati yang didatangi
Lagaknya bak selebritis tampan
Merasa dirinya ditengok banyak perempuan

di sebalik tutur menawarkan persahabatan
di sebalik dusta panah racun dilesatkan
berlagak satria tapi dia hanya pecundang
bermodal alasan kata yang begitu konyol

Hei... pria bermuka aspal!
bersadarlah siapa dirimu
tak semua hawa bodoh, dan kawan pun tolol
tak semudah itu kau buat maya ini kacau

bukan cuma "kata" tapi juga "rasa"

Termenung, berkelana fikirku
mungkin tak mengerti, mungkin juga bodoh!
tak kupahami, dan berusaha akan kupahami
ukh...resah ku terjebak dilembar maya

bukan merayu, hanyalah tulus ku
bukan juga pelarian, ini ikhlas ku
tak perlu kau pahami, dengarkan saja!
bukankah itu kejujuraan katamu ?
sekalipun, jarak terentang waktu tak peduli

Apakah dibenak mu itu cuma kata?
getar hati sesaat yang kan hilang sambil lalu
tidak!,tidak!! itu bukan hanya sekedar kata
bukan juga debaran konyol ku yang sesaat
semua itu juga sebuah rasa
rasa sayang ku
yang terjebak dilembar maya ini!

Kau tetaplah "seseorang" untukku

Hangat sapanya menyusuri alam maya
terpapar dari hati yang penuh cemas
Katamu, kau cuma sampah
seorang gembel & tak punya arti
bukan siapa-siapa, cuma bangsat
hidup dalam kelamnya dunia
yang melempar jaring-jaring dimuka kakimu
jalinan yang melumpuhkan
dan kuk yang kau tanggung
menyesakkan jiwamu

Satu tanya, benarkah?
memang aku tak nyata mengenalmu
ataukah hanya seorang yang naif
Hai perindu yang cemas
cukuplah sudah, jangan lagi kau caci dirimu
hentikan itu!
hatiku pilu...

Dalam pandanganku,
Bunga bakung yang tumbuh,
sekalipun dalam kelam dan diantara duri-duri
Tetaplah indah adanya
tumbuh dengan sebuah arti
Tercipta dari tangan Sang Pemberi Hidup

Tersenyumlah,
tegakkan kepalamu dan berjalanlah dengan bangga
Puisi ini, hanya sebuah permintaan
dari seorang perempuan,
yang telah kau buat tersenyum dalam maya

;;