Kamis, 09 September 2010

celoteh : perjalanan di satu malming


Sendiri. Akhir minggu selalu menjadi berat untukku beberapa bulan kebelakang ini. Setidaknya bertahun, akhir minggu adalah waktu untukku menunggu atau mempersiapkan sekedar makan malam. Bilik bulan mungkin selalu mancatatatnya dalam bisu.

Tersadar. Aku memang sendiri saat jari-jari ku sibuk mengklik atau mengetik berbagai hal yang tak ada hubungannya dengan silam, apalagi dirimu. Telah kujanjikan pada mataku untuk beristirahat bersama dalam kembara silam, karena hanya akan ada ceruk menghitam dan selebihnya kami akan menahun getir rindu bersama untuk waktu yang berjam-jam. Dan aku, terlalu lelah untuk terperangkap lagi dan lagi. Padaku, hanya akan ada intermezo yang absurd.

Malam itu sepi. Ku coba berjalan pada kembara diriku sendiri, untuk hari ini maupun nanti. Ku biarkan banyak pilihan untuk sebuah jalan melintas di layar leptopku dan pada diriku aku berkata "langit terasing, tunggu aku kembali, takkan ada yang kulepaskan untuk satu hutang kehidupan di atas sebuah pengorbanan". Tapi tiba saja aku tersedak dengan katakataku sendiri saat seketika aku sadar, semua tak sama seperti dua tahun yang lalu ketika aku mengejar tanah tak bertuah itu untuk satu alasan dan alasan lain

Tengah malam. Masih aku mencoba untuk tak banyak bicara, tiba saja kubuat status di yahoo massangerku "aku adalah aku, masih dalam pertapaan sepi". Bukankah memang sedari tadi aku mengasingkan diri dalam sebuah kesenyapan yang masih sisa penginggalan hari yang lalu.

Kawan. Akhirnya seseorang menyapaku dengan nada riang, dan sukses dia membuatku tertawa, tersenyum dan masih membuatku akhirnya bercanda dalam ruang maya yang masih sama sebetulnya kurasa, hampa. Sesaat gelak tawa ini memang mencairkan kebekuan gerimis malam. beberpa lama kemudian sahabatku berkata "kak, aku ngantuk...tak apa kakak aku tinggal?". Aku hanya bisa tersenyum bahwa aku tiba saja merasa benar aku tak sendiri, tapi sekaligus mata ini berkaca sambil berfikir, setelah ini apa lagi yang akan kulakukan?. Kuijinkan sahabatku ke alam mimpinya, dan aku kembali pada bacaanku tentang seorang prajurit timah dengan satu kaki.

Laman. Ku buka laman hijau hanya untuk iseng, dan kurasa iseng yang tak seharusnya. sekelebat kulihat lagi avatarmu sedang berjejak disana. Tiba saja menyeret ingtanku pada bulan Mei yang sama dua tahun lalu, saat aku mendeklarasaikan mimpiku ingin menjadi seorang penulis, sama sepertimu, mungkin. Kembali beku, moodku terseret dalam bingar hening.

Mundur. Kututup saja laman itu sebelum aku tenggelam jauh kembali ke kedalaman yang natinya hanya akan membuatku mengingkari janji pada mataku. Kucoba menulis satu labirin yang memang kusiapkan untuk menutup kisah ini lalu ku biarkan jariku menari, tanpa ada pemikiran kata, diksi, matafora atau tipografpuitika. Kulapas jari ini hingga aku cukup puas dan bisa memejamkan mata.

Pagi, aku terbangun dalam ruang kamarku ketika tak ada siapapun disini. Tak ada suara, tak ada orang dan hanya ada rerintik gerimis yang masih juga tak usai entah bercerita apa. Blank...kutahu aku terbangun dengan rasa lelah yang sama saat aku memejamkan mata. Dalam hati "tak bisakah aku menikmati sebentar saja lelapku menjadi berguna".

Gelap. Ruang ini memang gelap dan ku temukan diriku meringkuk diatas pembaringan dengan rasa dingin yang menjalar hingga ujungujung kuku. Dengan rasa ingin menangis walah entah kenapa. Kuambil handphone ku dan ku coba tuliskan beberapa bait sajak tentang apapun yang terbersit dalam benakku. Tanpa sadar memang sekali lagi harus ada airmata yang entah untuk apa dan mengapa, bukankah aku sedang mencoba melepaskan semua sedih ini semua luka dan kepedihan ini dengan indah.

Pelan kucoba biarkan kepingan ingatan ini mengingat apa yang dia mau. Mencoba ku menerima beberapa flashback yang selama ini selalu ku hindari dengan harap aku tak tersakiti, kucoba menghela nafas beberapa lagi sambil sesekali kukatakan "Tuhan, jika memang aku juga pernah melukainya dengan caraku, maukah kau mengampuniku sekalipun ku lalukan ini sebagai pembelaan diri". Ku tahu, akan ada dendam di hatinya sama seperti yang aku rasakan, tapi apa benar dia mau atau telah memupusnya saat kata maaf terlontar dari mulutnya? sementara aku disini berjuang keras untuk memupus rindu dendam yang menyiksaku.

Kubiarkan diriku sesaat dan mencoba membawa diriku ke alam kesadaran utuh, dan terus membilang "Wahai Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" berkali kuucapkan kalimat itu sampai akhirnya aku menuliskan : dan aku akan menyimpannya sebagai doa yang tak kunjung usai, pada apa yang telah pergi dan akan pergi semua itu adalah reliku yang terpahat, tanpa pernah ingin kuingat sakitnya.seperti kataku dulu "aku hanya ingin mengenalkanmu sebuah kasih, semoga aku tak gagal pun setelah ini dalam sebentuk pengampunan - aku tetap mengasihimu"

Bandung, 16 Mei 2010 @home

@dan 2 hari kemarin, mungkin sahabatku diatas menegaskan sesuatu yang benar adanya, mengapa harus ada penyesalan yang datang terlambat atau tak seharusnya. ada hal2 yang harus aku terima meski itu memang menyakitkan ketika kenyataan itu berbicara fakta sebuah realita ^^
Untuk ditektif usil yang selalu membuat aku bisa tertawa tengah malam, terimakasih ku untukmu yah...(kebodohan yang terlambat disadari xixixix ^^ ) 19052010 - 3.59


posted @http://simplyhapinessme.multiply.com/journal/item/144/celoteh_perjalanan_semalam_hingga_tadi

0 Comments:

Post a Comment